Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, mengatakan teknologi roket perlu
dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam bidang penyediaan
persenjataan pertahanan negara. Di samping itu, Ketika dokter dan guru tidak
ada, orang akan protes. Tapi kalau tidak ada roket, orang tidak akan protes
karena roket tidak bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari. Kewajiban kita
menempatkan sesuatu yang penting menjadi penting dan mewacanakan hal yang
penting itu menjadi komitmen politik,” kata Pratikno, dalam keterangan yang
diterima , Jumat 8 Juni 2012.
Manurut Pratikno, pengembangan roket menjadi pilihan kebijakan strategis
kepentingan jangka panjang yang seharusnya menjadi perhatian negara.
“Pengembangan roket butuh investasi yang sangat besar dengan hasil yang penuh
risiko dengan manfaat yang abstrak dan jangka panjang. UGM siap kerja sama
terhadap hal yang penting dan strategis ini,” katanya.
UGM bersama Kemristek dan Lapan telah membentuk Komunitas Roket Uji Muatan (RUM). Rencananya, komunitas RUM akan memanfaatkan kawasan Pantai Pandansimo, Bantul, sebagai area pelatihan peluncuran uji roket
Untuk roket yang bisa mengantarkan benda ke angkasa, Indonesia sebenarnya
sudah berhasil membuatnya. Juli 2009 lalu, Lapan berhasil menerbangkan roket
terbesar dengan nama RX-420. Roket yang akan digunakan untuk pengorbit satelit
itu mampu menjangkau jarak 101 kilometer, dengan kecepatan 4,4 mach atau setara
dengan kecepatan suara sekitar 344 meter per detik.
Juru bicara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Elly Kuntjahyowati,
dalam keterangan tertulis , Kamis, 2 Juli 2009, mengatakan, uji terbang roket
itu merupakan tahapan untuk membangun Roket Pengorbit Satelit (RPS) yang
diharapkan terbang pada 2014. Menteri Pertahanan saat itu, Juwono Sudarsono,
menyatakan, kemampuan ini menjadi dasar untuk pengembangan sistem persenjataan
rudal. "Salah satu uji coba Lapan dan Menristek adalah untuk mengajukan
alternatif salah satu penangkal, tidak perlu kapal perang atau senjata. Tapi
rudal yang berpangkal di darat,
Maret 2012 lalu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, ada pembicaraan dengan China untuk membangun pabrik rudal C-705 di Indonesia. "Kita akan lakukan joint production, atau transfer teknologi," kata Purnomo.
Peluru kendali jenis C-705 memiliki
jarak tembak sampai 140 kilometer. "Peluru kendali ini kalau kita bisa
produksi dalam negeri, kita akan pasang di daerah perbatasan untuk
pengamanan," kata dia.
Bagaimana perkembanganya kini. Pada acara silatuhrahmi 26-2-2013 Birgjen TNI Sisriadi pun menjelaskan,
hingga kini proses kerja sama tersebut masih terus dinegosiasikan alias belum
banyak perkembangan berarti. mereka inginnya kerja sama itu dimulai dari awal
sekali, seperti bagaimana cara merakit. padahal, kita tidak butuh itu. yang
kita butuh itu kan desain, sistem pemandu dan know how-nebih lanjut, China juga
meminta kontrak senilai US$ 35 juta hanya untuk Transfer teknologi bagaimana
menguji coba rudal tersebut sebelum digunakan. Sepertipemeriksaan fisik, uji
kalibrasi dan lainnya. Menurut Kemhan, hal tersebut tidak bisa diterima
lantaran pengetahuan semacam itu seharusnya memang sudah termasuk dalam kontrak
pembelian, bukan Transfer Teknologi. ya"
Pernyataan ini disampaikan Pos M Hutabarat setelah melakukan pertemuan putaran kedua, Kerjasama Industri Pertahanan Indonesia- China
Ada sedikit
kendala yang dirasakan Kementerian Pertahanan tentang aturan transfer teknologi
di China yang didasarkan hak cipta intelektual. Indonesia harus membayar
spesial fee untuk transfer teknologi tersebut dan kedua negara belum
mencapai kata sepakat.
Pertemuan di Beijing ini telah membuka jalan bagi peningkatan kerjasama pertahanan antara Indonesia dan China, termasuk penandatanganan Letter of Intent untuk pembuatan bersama rudal anti-kapal C-705, antara Kementerian Pertahanan Indonesia dan SASTIND.
Proses manufaktur untuk rudal C-705 akan melibatkan empat tahap. “Kami belum setuju pada tahap mana transfer teknologi akan dilakukan. Namun, kedua pihak telah sepakat bahwa proses transfer teknologi harus dilaksanakan secepatnya dalam pembuatan rudal tersebut”, ujar Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Pos M Hutabarat.
Proses transfer teknologi rudal C-705 akan dimulai dengan perakitan Rudal secara semi knock down oleh PT DI dengan rentang waktu sekitar 2- 3 tahun, dalam artian sebagian besar modul roket didatangkan dari China. Tahap kedua mulai melakukan perakitan Completed Knock Down oleh PT DI. Pada tahap ini komponen-komponen rudal dikirim secara terurai dan diharapkan mulai terjadi transfer teknologi secara nyata, terutama tentang guidance dari peluru kendali, karena Indonesia pun telah memiliki kemampuan membuat airframe serta propelan rudal.
Jika tahapan itu dilampaui dengan mulus maka pada tahapan ketiga, Indonesia diharapkan sudah bisa mulai memproduksi rudal C-705 secara mandiri dan dilanjutkan dengan ke tahap riset and development, untuk pengembangan rudal. Ditargetkan Indonesia mampu membuat rudal secara mandiri dalam rentang waktu 5 hingga 10 tahun, tergantung kemampuan teknisi Indonesia dalam mengembangkan teknologi rudal tersebut. Kerjasama pembuatan Rudal C-705 teknologi digital dengan Lembaga SASTIND China ini, akan melibatkan PT DI, PT Pindad dan PT LEN. (JKGR/Antara).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar